Bismillah….
Hai sobat, pada postingan perdana di blog ini, aku akan sedikit
sedikit mengulas tentang reaksi masyarakat disekitar tempat tinggalku ketika ada
suatu masalah yang dirasa mengganggu ketentraman dan kenyamanan dalam hidup
bermasyarakat. Namun apa yang dilakukan oleh warga ini menunjukkan bahwa
solidaritas yang terjalin antar sesama anggota masyarakat itu sangat tinggi,
walaupun mereka harus melakukan diskriminasi kepada yang dianggap melanggar
norma yang berlaku. Mari kita simak yukks cerita dibawah ini…
Penduduk di desaku memang
bisa dibilang banyak walaupun tidak banyak banget. Awalnya hanya ada dua
aliran islam yang selama ini hidup dan dianut oleh masyarakat, yaitu sebagian
ada yang ikut aliran A dan sebagian yang lain ikut aliran B.
Walaupun keduanya berbeda, selama ini kehidupan di lingkungan tempat tinggalku
bisa berjalan aman dan berdampingan. Yang terpenting adalah bisa sama-sama
menjaga toleransi dan memupuk rasa kebersamaan di tiap anggota masyarakat.
Memang sih, pernah ada sedikit percekcokan antara kedua aliran itu, yaitu pada
saat ada satu keluarga yang mengadakan selamatan untuk memperingati 40 hari
meninggalnya seseorang, nah keluarga tersebut mengundang salah satu anggota
keluarga yang menganut B. Akan tetapi oleh keluarga B itu,
undangannya ditolak mentah-mentah dan mengatakan bahwa selamatan itu
bertentangan dengan islam karena menurut mereka itu adalah salah satu perbuatan
mengarah pada kemusyrikan. Mendengar kejadian itu, tentunya menimbulkan sedikit
pertentangan, namun lama kelamaan akhirnya mereka bisa mencoba memahami satu
sama lain, dan Alhamdulillah bisa terus hidup bersamaan sampai saat ini.
Waktu demi waktu telah bisa aku dan masyarakat desaku lalui dalam perbedaan yang indah, hingga
tibalah saat dimana ketentraman itu terusik lagi oleh sekelompok organisasi
masyarakat yang juga islam akan tetapi mereka hadir dengan membawa ajaran yang
menyimpang dari islam. Awalnya masyarakat memberikan toleransi pada majelis
tersebut untuk melakukan kegiatannya.akan tetapi setelah sekian lama dibiarkan
malah mereka semakin tidak beres. Hal tersebut terlihat dari kegiatan dakwah yang mereka lakukan yaitu dengan mengeraskan suara speaker
musholla sehingga apa yang dibicarakan dalam kegiatan majelis tersebut yang isinya
benar- benar menyimpang dan bisa terdengar oleh masyarakat luas.
Akan tetapi, beruntung diantara masyarakat biasa (artinya non
anggota tersebut) itu mendapat kabar bahwa majelis tersebut ada keterkaitan dengan
ISIS dan berencana akan mendirikan pusat kajian dakwah dan PAUD di desaku, yang
lokasinya tepat di belakang rumah pimpinan majelis itu. Dan berita itu ternyata
benar, selang beberapa hari bahan material untuk pembangunan telah sedikit demi
sedikit didatangkan, bahkan rumah kosong yang dulunya bekas tempat tinggal
salah satu anggota pimpinan majelis yang rencanya akan dijadikan kantor itu telah dirobohkan atap dan temboknya.
Melihat ulah majelis yang semakin seenaknya sendiri akan mendirikan
bangunan yang sifatnya kemasyarakatan itu tidak melakukan izin dan persetujuan
dari masyarakat sekitar terlebih dahulu, tentunya warga merasa keberadaannya
tidak dihargai dan bahkan jika tetap dibiarkan bisa merusak akidah juga akan
mengancam keselamatan, karena bisa jadi majelis tersebut ada kaitannnya dengan
jaringan terorisme. Para tokoh masyarakat akhirnya mengadakan pertemuan dan
berunding untuk menyelesaikan permasalahn ini. Dari pertemuan tersebut di
peroleh jalan keluar bahwa peristiwa tersebut sebaiknya di konsultasikan ke
pihak kepolisian.
Dari hasil laporan salah satu warga
ke pihak POLRES , diperoleh saran bahwa sebaiknya tidak
terburu buru untuk menyerang organisasi tersebut. Menurut pihak kepolisian akan
lebih baik jika diberi surat peringatan untuk tidak meneruskan kegiatan dakwah
yang menyimpang itu dan mengurungkan niatnya untuk membangun pusat dakwah
mereka. Surat peringatan itu pun telah diberikan, namun tak memberikan efek
apapun. Dan lebih parahnya lagi mereka akan mengadakan pertemuan dengan seluruh
perwakilan majelis organisai tersebut se-jawa timur yang bertempat di rumah pemimpin majelis
yang ada di desa tempat tinggalku itu. Sungguh semakin menjadi-jadi.
Dikarekanakan dengan cara halus untuk menghentikan kegitan majelis
tersebut sudah tidak mempan lagi, masyarakat semakin geram dan bersepakat
memutuskan untuk menggunakan cara kekerasan agar mereka kapok dan menghentikan
apapun yang sudah dilakukan oleh majelis itu. Akhirnya tepat pada saat seluruh
perwakilan majelis itu hadir di rumah pemimpin majelis, masyarakat yang tidak
setuju dan didampingi oleh Polisi serta ORMAS yang juga tidak mendukung juga,
mereka semua mengadakan demontrasi menyerang tempat pertemuan itu dan pemuda
pemuda desa pun bersuara bahwa apabila setelah kejadian ini mereka tidak
menghentika kegiatannya atau bisa saja mereka tetap menjalankan kegiatannya,
asalkan pindah ke tempat lain, jika tetap ngotot untuk meneruskan kegiatannya
di desa Parakan masyarakat akan berbuat lebih anarkis daripada demo tersebut.
Dari kejadian tersebut ternyata sudah membuat majelis tersebut jera dan memilih
untuk pindah ke tempat lain yang lebih aman.
Berikut ini adalah gambar sisa sisa bangunan yang awalnya berencana
untuk dibuat pusat dakwah majelis yang dianggap beraliran menyimpang dari islam di desaku, dan sekarang sudah mulai tertutup oleh
lebatnya pepohonan serta rumput-rumput liar.
Itulah sedikit cerita yang bagiku menunjukkan bahwa masyarakat di
desaku bisa disebut paguyuban, dimana mereka mempunyai rasa
solidaritas yang tinggi, dan bergotong royong menjaga keamanan dan ketertiban
desa. Walaupun apa yang mereka lakukan kejam, tetapi itu mereka lakukan untuk
melindungi persatuan dan menjaga kekompakan untuk seluruh anggota masyarakat.
Tolong lebih diperhatikan lagi dalam penulisanya, menanggapi paparan di atas belum pas jika desa tersebut dikatakan sebagai paguyuban, karena solidaritas mekanis di dasarkan pada suatu “kesadaran kolektif” (collective consciousness) yang di lakukan masyarakat dalam bentuk kepercayaan dan sentimen total di antara para warga masyarakat. Individu dalam masyarakat seperti ini cenderung homogen dalam banyak hal. Keseragaman tersebut berlangsung terjadi dalam seluruh aspek kehidupan, baik sosial, politik bahkan kepercayaan atau agama. Sedangkan dari paparan di atas menurut saya masyarakatnya belum memiliki hal tersebut,
BalasHapustapi kalo menurut pemikiran saya,apa yang masyarakat sekirat lakukan untuk melakukan bentuk penolakan itu yang dilakukan secara bersama-sama membuktikan bahwa mereka mempunyai rasa kepedulian akan keutuhan kehidupan warga yang satu dengan yang lain, jikalu itu bukanlah bentuk sebuah rasa solidaritas pastinya mereka akan acuh dan membiarkan kegiatan dari majelis tersebut terus berlangsung dan rela jika suatu saat nanti akan terjadi hal-hal yang dapat memecahkan kebersamaan yang selama ini telah dijaga dan dirawat oleh semua elemen masyarakat setempat.
HapusMohon maaf sebelumnya, menurut saya kata-kata serta penunjukkan nama ormas yang begitu spesifik dari cerita anda (penulis) cenderung bernada provokasi.
BalasHapusMohon maaf juga..iya benar setelah saya pikir ulang ternyata tanggapan saudara ada benarnya,dan akhirnya saya merevisi ulang postingan artikel yang telah saya buat, semoga revisian tersebut lebih baik dari pada sebelumnya.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusperistiwa mbk ria sama seperti daerah saya..
BalasHapusjustru penganut aliranyg berbeda itu adalah paman saya sendiri....
beliau mengajarkan aliran radikal kepada seluruh anggota nenek saya....bahkan sampai mengharamkan selametan
akan tetapi saya hadapi paman saya dengan akhlak saya....yaitu dengan eksen aklakul karimah yang pernah saya dapet dari pondok....maka slanjutnya paman saya menyadari bahwa aliran yang saya anut ternyata lebih benar...akan tetapi sampai skarang paman saya belum keluar dari ormas tersebut....dan itu membuat saya bertanya kok bisa....? namun saya yakin islam itu semua benar....