Sebagai
manusia biasa tentulah kita tidak memaksakan takdir yang telah digariskan Tuhan
untuk hidup ini, memang ada sebuah pemahaman yang menyatakan bahwa tidak semua
takdir itu hanya bisa kita terima dan dijalani dengan ikhlas, akan tetapi ada
juga takdir yang sifatnya bisa dikatakan tidak mutlak dalam artian masih bisa
berubah jika kita mau mengusahakannya. Seperti halnya manusia tidak semuanya
diciptakan sempurna. Ada yang diciptakan dengan kelebihan dan kekurangan
masing-masing. Kita tidak pernah mempermasalahkan kelebihan yang kita miliki,
namun kekurangan lah yang selalu kita permasalahkan. Kita ambil contoh adanya kaum difabel. Yang
mana oleh tuhan dia diciptakan dengan kondisi fisik yang tidak sempurna.
Kebanyakan orang menganggap bahwa mereka para penyandang difabelitas itu
mempunyai banyak kekurangan, memerlukan perlakuan istimewa, tidak bisa bergaul
dengan orang biasa dan tidak pula sedikit dari para orang tua yang mempunyai
anak dengan keterbatasan itu merasa malu dan tidak mau mengurus sendiri anugerah
yang telah diberikan oleh Tuhan kepadanya. Padahal mereka itu sama dengan kita,
jika kita bisa berbuat yang tidak menyatikiti atau justru lebih memperparah
keadaanya.
Bila
kita bertemu dengan kaum difabel, tentu yang muncul dalam benak kita adalah
rasa kasihan, tetapi sebenarnya bukan itu yang diinginkan. Tidak ada seorangpun
didunia ini yang mempunyai keinginan untuk terlahir sebagai seorang difabel
(berkebutuhan khusus). Tetapi karena suratan-NYA, harus diterima apa yang
dikehendakiNYA. Dengan keterbatasan yang dia miliki, dia harus mampu melewati
hari-harinya dan masa depannya. Sebagai seorang difabel (berkebutuhan khusus),
harus mampu hidup secara wajar dan normal sebagaimana umumnya. Hal itu
dimaksudkan agar kehidupannya tidak hanya terhenti kepada keputus asaan
mengenai kondisi yang di rasa berbeda dengan manusia lainnya akan tetapi
haruslah mendapatkan dukungan tertama dari orang yang ada di sekelilingnya agar
dalam menjalani kehidupannya bisa lebih semangat dan yang tidak boleh dilupakan
adalah rasa percaya diri.
Anggapan
dari segelintir orang yang memandang kaum difabel ini sebagai minoritas yang
dipermasalahkan kekurangannya menjadikan hal ini sebuah diskrimanasi yang
berakibat munculnya suatu istilah yang mengkategorikan kaum difabel sebagi kaum
yang termarginalkan. Mengapa bisa dikatakan seperti itu? Karena memang fakta
yang berbicara, yang mana itu terlihat dari berbagai aspek kehidupan yang
mendiskriminasikan kaum difabel. Diskriminasi yang dimaksudkan bukanlah sebuah
kalimat cemooh, ejekan ataupun bahasa sarcasm lain yang beredar di kasus
diskriminasi lain yang sering terjadi di Negeri ini. Diskriminasi yang terjadi
adalah diskriminasi tanpa sadar yang justru itu lebih berbahaya, karena
masyarakat umum secara tidak sadar melakukannya, ya mungkin tidaklah salah tapi
cukup menyakiti. Contoh diskriminasi yang paling nyata dialami oleh kaum
difabel atau penyandang nyata dalam dunia kerja.
Seperti
yang kita ketahui, kita melihat seperti adanya jurang pemisah antara perusahaan
dengan pencari kerja difabel. Perusahaan akan selalu mencari karyawan yang
berkualitas dan berperforma tinggi. Orang normal saja masih mempunyai
permasalahan dalam hal masuk kedalam sebuah lapangan pekerjaan apalagi seorang
difabbel yang memerlukan bantuan khusus. Tak nampak memang adanya diskriminasi
disini, namun berdsarkan data dari 4000 orang pencari kerja, ada 37 yang telah
diterima dan ditempatkan. Pulau jawa masih lebih baik dibanding pulau lain di
Indonesia yang memberikan kesempatan yang lebih kecil. Walau sudah ada
peraturan standar PBB tentang persamaan kesempatanbagi para penyandang cacat
(2013), yang mengisyaratkan perusahaan setidaknya memberikan kuota 1% untuk
kaum difabel, nyatanya realisasi masih jarang ditemui.
Memang
belum banyak serapan tenaga kerja ini dikarenakan
kurangnya pemahaman perusahaan maupun instansi pada mereka penyandang
keterbatasan fisik. Akibatnya, hanya sedikit perusahaan yang menyediakan
lapangan kerja bagi para difabel. Mereka beralasan bahwa kemampuan dan
aksebilitas kantor untuk memenuhi kebutuhan kaum difabel itu. Cukup wajar jika
perusahaan melakukan hal tersebut. Namun apakah itu fair bagi seorang difabel?
Bukankan mereka juga mempunyai kemampuan, kemauan dan working attitude yang
baik. Apakah fasilitas dan biaya menghambat mereka untuk berlari memberikan
makna kepada masyarakat? Ya inilah sebuah diskriminasi kecil bagi mereka yang
masih mempunyai toleransi tinggi di dalam masyarakat.
Pemerintah
sebagai pengayom dan dianggap pelindung masyarakat, melihat hal yang terjadi
dalam uraian diatas sebenarnya tidaklah tinggal diam, setidaknya pemerintah
memberikan sedikit solusi yang membawa angin segar bagi kaum difabel untuk
diakui di dunia kerja yakni dengan dikeluarkannya UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang
penyandang difabel, telah sedikit banyak telah membantu untuk mendorong
perusahaan membuka lebih luas lapangan pekerjaan. Setidaknya sekarang sudah
banyak intansi, seperti perbankan, BUMN, dan perusahaan multinasional mulai
berbondong-bondong menyediakan pekerjaan bagi difabelitas.
Untuk
mempekerjakan penyandang disabilitas memang berbeda dibading tenaga kerja
normal, selain lebih membutuhkan kesabaran, ketekunan didalam mendidik mereka,
juga empati yang tinggi. Hal tersebut dilandasi kondisi dimana para
penyandang disabilitas mempunyai tingkat kepekaan perasaan yang tinggi
dibandingkan tenaga kerja normal. Untuk itu, diperlukan pendekatan psikologis
yang baik agar kaum difabel dengan segala keterbatasannya
agar dapat lebih membuka diri untuk bersosialisasi dan bisa bermanfaat bagi
masyarakat luas.
Sebenarnya
memperkerjakan tenaga kerja dari kaum difabel, mempunyai beberapa keuntungan antara lain :
- Lebih tekun, teliti dan fokus pada pekerjaan
- Tidak mudah terganggu pengaruh luar (misalnya bermain HP, ngobrol dll)
- Produktivitas lebih tinggi.
Dengan demikian sebenarnya alasan
ketidaksempurnaan fisik tidaklah baik jika djadikan sebagai alasan utama untuk
memarginalkan kaum difabel khususnya dalam dunia kerja.
Salah
satu contoh perusahaan multinasional yang sangat popular dan terkenal hampir di
seluruh dunia yang memberikan kesempatan kepada para kaum difabel untuk
berkarya di perusahaannya yaitu PT. L’Oréal
Indonesia. Sebagai sebuah perusahaan yang bergerak dibidang produk kecantikan, bagi L’Oréal, kecantikan
memiliki makna yang dalam dan luas. L’Oréal memiliki mimpi untuk
mempersembahkan kecantikan bagi semua orang. Sharing Beauty With All, demikian
L’Oréal meyakini konsep itu. Tidak hanya kecantikan yang berwujud dalam bentuk
lahiriah, namun kecantikan yang menjelma dalam berbagai bentuk. L’Oréal percaya
pada keindahan perlindungan dan pelestarian lingkungan dan keragaman hayati,
keindahan dukungan terhadap komunitas dan perlindungan terhadap para
karyawannya, keindahan kerja keras untuk mempersembahkan produk terbaik bagi
para konsumennya, dan keindahan saling berbagi pada sebanyak mungkin lingkungan
sosial.
Untuk
mendukung visi Sharing Beauty With All, L’Oréal dengan bersungguh-sungguh
menetapkan dan menjalankan komitmen yang telah digariskan. Untuk itu, L’Oréal
telah menetapkan empat pilar utama yang mendukung konsep Sharing Beauty With
All, yaitu:
1.
Inovasi berkelanjutan
2.
Kehidupan berkelanjutan
3.
Produksi berkelanjutan dan
4.
pengembangan berkelanjutan
Dari empat pilar tersebut
yang didalamnya mempunyai program terhadap kaum difabel adalah yang nomor empat
yaitu pengembangan berkelanjutan, yang isi programnya:.
a. Komitmen Pengembangan berkelanjutan bagi karyawan dilakukan dengan memberikan manfaat sebaik-baiknya bagi program
kesehatan, perlindungan sosial dan pelatihan di manapun mereka berada.
- perlindungan kesehatan diberikan bagi setiap karyawan sesuai dengan praktek terbaik di setiap Negara;
- perlindungan finansial bagi setiap karyawan dalam situasi tak terduga termasuk dalam kondisi disabilitas permanen; dan
- memastikan setiap karyawan mendapatkan setidaknya satu sesi pelatihan setiap tahunnya.
b. Komitmen Pengembangan berkelanjutan bagi pemasok strategis dilakukan dengan cara memastikan partisipasi mereka dalam program supplier
sustainability.
1) Setiap pemasok strategis akan dievaluasi dan diseleksi berdasarkan
kinerja sosial dan lingkungan.
2) Setiap pemasok strategis akan dibantu untuk dapat memenuhi standar
kebijakan berkelanjutan L’Oréal.
3) Setiap pemasok akan diberikan akses terhadap perangkat pelatihan
L’Oréal agar dapat menyempurnakan standar berkelanjutannya.
4) Sebanyak 20% dari pemasok strategis akan dipastikan tergabung
dalam program Solidarity Sourcing L’Oréal.
c. Komitmen Pengembangan berkelanjutan bagi masyarakat sekitar diterapkan dengan menargetkan 100.000 orang yang membutuhkan untuk
memiliki penghidupan yang lebih layak.
- Target ini akan diraih secara global melalui program-program Solidarity Sourcing, distribusi inklusif, profesionalisasi pekerja di bidang kecantikan, edukasi dan mentoring masyarakat, serta dengan mempekerjakan kaum difabel dan kelompok masyarakat yang kondisi sosial-ekonominya kurang beruntung.
Program itu tidak hanya
sebuah wacana saja melainkan benar-benar diterapkan dalam perusahaan tersebut.
Salah satu karyawan penyandang cacat yang bekerja di PT. L’Oréal Indonesia yang berada di bagian
gudang CEVA Logistic yaitu Moh. Ardiansyah. Pekerja berusia 20 tahun
dan memiliki latar belakang pendidikan SMK otomotif ini mengalami keterbatasan
fisik setelah kecelakaan motor yang ia alami. Ardiansyah kehilangan satu jari
tangannya. Ketika diterima bekerja, Ardiansyah tidak menemukan kesulitan dalam
mengerjakan tugas di gudang. Dia mengatakan bahwa pekerjaan yang dilakukannya
berhubungan dengan packing kardus, termasuk memasang perekat dan menghitung
barang. Ardiansyah bekerja berdasarkan shift yang dibagi tiga bagian; pagi,
siang, dan malam. Dan baginya tidak ada masalah yang dihadapi yang
berhubungan dengan kondisi fisik yang dialami.
Walaupun itu hanya
satu yang bisa saya temukan terkait persamaan perlakuan terhadap penyandang
cacat atau kaum difabel yang diberikan kesempatan kerja dalam sebuah perusaan
dari beribu ribu perusahaan yang ada. Namun pastinya di perusahaan lain pun
juga menerapkan hal tersebut. Dan itu sedikit banyak telah membuktikan bahwa
sudah mulai ada upaya penipisan tindakan diskriminasi terhadap kaum difabel.
Sehingga jika upaya seperti yang telah dilakukan oleh PT. L’Oréal Indonesia itu
bisa diterapkan oleh perusahaan lain bukan tidak mungkin akan semakin
meningkatkan kesejahteraan terhadap semua masyarakat dan bisa hidup harmonis
tanpa mempermasalahkan kekurangan ataupun perbedaan dari masing-masing
individu.