Selasa, 13 September 2016

KETIMPANGAN SOSIAL YANG MENIMBULKAN KONFLIK BERKEPANJANGAN



Salah satu sosiolog yang mempunyai perhatian terhadap hukum yaitu Karl Mark, dia mengungkapkan bahwa mayarakat selalu dalam keadaan bergerak, sebab mengandung kekuatan yang saling bertentangan. Masyarakat terdiri dari  beberapa oposisi yang terus berjuang untuk mencapai suatu kedudukan tertentu, sehingga akan selalu ada dinamika perubahan dalam masyarakat. Sejalan dengan perubahan itu, hukum pun sebagai komponen sistem kehidupan akan ikut pula berubah secara fungsional. Hal yang dianggap menjadi pemicu perubahan dalam seluruh tatanan masyarakat dan hukum adalah kontradiksi-kontradiksi yang terakumulasi dalam hubungan hubungan produksi, yang terkait secara timbal balik dengan kesenjangan distribusi dan konsumsi produk-produknya. Kesenjangan dalam hal kemampuan berproduksi dan berkonsumsi telah menyebabkan terjadinya kesenjangan milik dan kesenjangan milik akan menyebabkan sebagian orang akan menguasai modal, sedangkan sebagian yang lain tak akan memiliki sisa apapun selain tenaganya saja.
Pemilik modal itulah yang disebut kaum kapitalis yang  akan menjadi penguasa ekonomi dan menjadikan hukum sebagai alat untuk secara konservatif melanggengkan kegunaan harta kekayaan sekaligus sebagi sarana eksploitasi. Sehingga pandangan Karl Mark ini bisa disimpulkan bahwa hukum bukan sekali-kali model idealisasi moral masyarakat akan tetapi hukum itu sebagai pengemban amanat kapitalis yang tak segan-segan melakukan eksploitasi-eksploitasi yang lugas.
Dari pandangan Karl Mark tersebut bisa kita uraikan bahwa didalam masyarakat itu, menurutnya ada dua kelas sosial, yaitu:
1.      Kaum borjuis ( kaum kapitalis atau pemilik modal )
2.      Kaum proletar ( buruh)
Mengenai perbedaan kelas tersebut, seringkali menimbulkan masalah sehingga memunculkan konflik yang berkepanjangan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal itu berkaitan dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan. UU tersebut berkaitan dengan hak buruh di Indonesia, hak-hak ini diantaranya adalah Hak Atas Upah Layak (Manusiawi) setiap orang yang bekerja pada seseorang ataupun instansi berhak mendapatkan upah, hal ini tertuang dalam perlindungan undang-undang perburuhan tentang pengupahan PP No.8 tahun 1981 dan UU ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003. Isi dalam undang-undang tersebut sesuai dengan yang tertuang dalam hadist Nabi Muhammad SAW “Barangsiapa yang memperkerjakan seorang buruh maka berkewajiban membayar upahnya”. Hak Atas Jaminan Sosial merupakan jaminan yang diberikan kepada seseorang atas resiko sosial yang dialaminya karena bekerja. Jaminan sosial tersebut meliputi:
1.      Jaminan pelayanan kesehatan
2.      Jaminan kecelakaan kerja
3.      Jaminan kematian
4.      Jaminan hari tua
5.      Jaminan perumahan
6.      Jaminan kesehatan reproduksi
7.      Jaminan keluarga
8.      Jaminan perlindungan hukum
Dengan adanya UU tesebut memang secara jelas menegaskan bahwa hak- hak buruh diharapkan terlindungi dan tercukupinya semua hak itu, akan tetapi kenyataannya itu hanyalah sebuah wacana yang sepertinya tidak diterapkan oleh para kaum kapitalis, mereka tetap berupaya untuk meningkatkan hasil keuntungan yang maksimal tanpa memperhatikan hak-hak para buruh. Ketika permintaan akan produk miliknya meningkat, tak ada keinginan dari para borjuis untuk ikut meningkatkan upah bagi para buruh, padahal jika diakumulasikan upah bagi para buruh itu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup khususnya bagi yang tinggal didaerah perkotaan. Dan begitu sebaliknya ketika permintaan pasar turun, kaum borjuis terkadang akan berbuat nekat agar produksinya stabil dan tidak mau ambil resiko berat, mereka akan mengurangi karyawannya.
Sehingga hal tersebut seringkali memancing emosi para buruh untuk melakukan demontrasi, untuk meminta agar hak mereka lebih diperhatikan, seperti menaikkan upah dan tidak mudah untuk melakukan PHK. Akan tetapi yang didapatkan malah tak ada respon dari para kaum kapitalis tentang keinginan para buruh itu. Yang merasa berkuasa hanyalah berjanji akan mencoba mencari jalan keluar dari maslah ketimpangan tersebut, tanpa ada aksi nyata. Bagi para pemilik modal yang terpenting bisa terus berjalan produksinya, kalaupun harus gulung tikar paling tidak masih punya sisa tabungan modal yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sementara disisi lain jika tempat kerjanya gulung tikar, para pekerja tentunya akan sangat tersiksa karena akan menjadi pengangguran dan sulit lagi mendapatkan pekerjaan.
Pemerintah selaku pelindung bagi rakyatnya juga tak bisa berbuat banyak, undang –undang yang telah dibuat seakan hanya dijadikan hiasan dinding bagi para kapitallis yang saya rasa itu lebih menguntungkan mereka dalam bisnisnya, akan tetapi tak ada yang bisa dilakukan lebih dari para proletar untuk mewujudkan harapannnya. Walaupun mogok kerja smpai aksi anarkis pun telah dilakukan, tidak banyak terjadi perubahan yang signifikan akan kondisi ini. Apalah daya para proletar yang dianggap kaum lemah tak bisa menandingi kekuasaan para penguasa dalam membuat keputusan. Yang bisa dilakukan bagi kaum lemah mungkin hanya mengalah dan tetap mngikuti apa yang diperintahkan oleh atasannya, karena jika mereka tidak patuh maka konsekuensinya akan di PHK, dan hal tersebut otomatis akan membuat dia kehilangan kerja dan tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Terkait konflik sosial ini terus dibiarkan tanpa ada penyelesaian secara konkrit, justru akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan perekonomian Indonesia karena jika yang meningkat hanyalah penghasilan segelintir orang sementara sebagian yang lain mengalami penurunan maka cita-cita untuk bisa mewujudkan angka perekonomian yang tinggi dan bisa bersaing dengan negara lain akan sulit tercapai.
Jika saja para kapitalis bisa sedikit memperhatikan keinginan para buruh pasti tak hanya penguasa yang bisa sejahtera melainkan bawahannya juga ikut sejahtera dan ketimpangan sosial tersebut bisa dihindari. Selain itu juga dari pemerintah bisa sedikit ikut memberikan penengahan maka akan sedikit terselesaikan. Memang potret ketimpangan tersebut tidak terjadi disemua tempat yang terdapat atasan dan bawahan, akan tetapi  konflik tersebut paling sering terjadi di kehidupan bermasyarakat khususnya di sektor perindustrian di wilayah kota-kota besar.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar