Salah
satu sosiolog yang mempunyai perhatian terhadap hukum yaitu Karl Mark, dia
mengungkapkan bahwa mayarakat selalu dalam keadaan bergerak, sebab mengandung
kekuatan yang saling bertentangan. Masyarakat terdiri dari beberapa oposisi yang terus berjuang untuk mencapai
suatu kedudukan tertentu, sehingga akan selalu ada dinamika perubahan dalam
masyarakat. Sejalan dengan perubahan itu, hukum pun sebagai komponen sistem
kehidupan akan ikut pula berubah secara fungsional. Hal yang dianggap menjadi
pemicu perubahan dalam seluruh tatanan masyarakat dan hukum adalah
kontradiksi-kontradiksi yang terakumulasi dalam hubungan hubungan produksi,
yang terkait secara timbal balik dengan kesenjangan distribusi dan konsumsi
produk-produknya. Kesenjangan dalam hal kemampuan berproduksi dan berkonsumsi
telah menyebabkan terjadinya kesenjangan milik dan kesenjangan milik akan
menyebabkan sebagian orang akan menguasai modal, sedangkan sebagian yang lain
tak akan memiliki sisa apapun selain tenaganya saja.
Pemilik
modal itulah yang disebut kaum kapitalis yang akan menjadi penguasa ekonomi dan menjadikan
hukum sebagai alat untuk secara konservatif melanggengkan kegunaan harta
kekayaan sekaligus sebagi sarana eksploitasi. Sehingga pandangan Karl Mark ini
bisa disimpulkan bahwa hukum bukan sekali-kali model idealisasi moral
masyarakat akan tetapi hukum itu sebagai pengemban amanat kapitalis yang tak
segan-segan melakukan eksploitasi-eksploitasi yang lugas.
Dari
pandangan Karl Mark tersebut bisa kita uraikan bahwa didalam masyarakat itu,
menurutnya ada dua kelas sosial, yaitu:
1. Kaum
borjuis ( kaum kapitalis atau pemilik modal )
2. Kaum
proletar ( buruh)
Mengenai
perbedaan kelas tersebut, seringkali menimbulkan masalah sehingga memunculkan
konflik yang berkepanjangan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal itu berkaitan
dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan. UU tersebut berkaitan
dengan hak buruh di Indonesia, hak-hak ini diantaranya adalah Hak Atas Upah
Layak (Manusiawi) setiap orang yang bekerja pada seseorang ataupun instansi
berhak mendapatkan upah, hal ini tertuang dalam perlindungan undang-undang
perburuhan tentang pengupahan PP No.8 tahun 1981 dan UU ketenagakerjaan No 13
Tahun 2003. Isi dalam undang-undang tersebut sesuai dengan yang tertuang dalam
hadist Nabi Muhammad SAW “Barangsiapa yang memperkerjakan seorang buruh maka
berkewajiban membayar upahnya”. Hak Atas Jaminan Sosial merupakan jaminan yang
diberikan kepada seseorang atas resiko sosial yang dialaminya karena bekerja.
Jaminan sosial tersebut meliputi:
1. Jaminan
pelayanan kesehatan
2. Jaminan
kecelakaan kerja
3. Jaminan
kematian
4. Jaminan
hari tua
5. Jaminan
perumahan
6. Jaminan
kesehatan reproduksi
7. Jaminan
keluarga
8. Jaminan
perlindungan hukum
Dengan
adanya UU tesebut memang secara jelas menegaskan bahwa hak- hak buruh diharapkan
terlindungi dan tercukupinya semua hak itu, akan tetapi kenyataannya itu
hanyalah sebuah wacana yang sepertinya tidak diterapkan oleh para kaum
kapitalis, mereka tetap berupaya untuk meningkatkan hasil keuntungan yang
maksimal tanpa memperhatikan hak-hak para buruh. Ketika permintaan akan produk
miliknya meningkat, tak ada keinginan dari para borjuis untuk ikut meningkatkan
upah bagi para buruh, padahal jika diakumulasikan upah bagi para buruh itu
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup khususnya bagi yang tinggal didaerah
perkotaan. Dan begitu sebaliknya ketika permintaan pasar turun, kaum borjuis
terkadang akan berbuat nekat agar produksinya stabil dan tidak mau ambil resiko
berat, mereka akan mengurangi karyawannya.
Sehingga
hal tersebut seringkali memancing emosi para buruh untuk melakukan demontrasi,
untuk meminta agar hak mereka lebih diperhatikan, seperti menaikkan upah dan
tidak mudah untuk melakukan PHK. Akan tetapi yang didapatkan malah tak ada
respon dari para kaum kapitalis tentang keinginan para buruh itu. Yang merasa
berkuasa hanyalah berjanji akan mencoba mencari jalan keluar dari maslah
ketimpangan tersebut, tanpa ada aksi nyata. Bagi para pemilik modal yang
terpenting bisa terus berjalan produksinya, kalaupun harus gulung tikar paling
tidak masih punya sisa tabungan modal yang bisa digunakan untuk memenuhi
kebutuhan hidup. Sementara disisi lain jika tempat kerjanya gulung tikar, para
pekerja tentunya akan sangat tersiksa karena akan menjadi pengangguran dan
sulit lagi mendapatkan pekerjaan.
Pemerintah
selaku pelindung bagi rakyatnya juga tak bisa berbuat banyak, undang –undang
yang telah dibuat seakan hanya dijadikan hiasan dinding bagi para kapitallis
yang saya rasa itu lebih menguntungkan mereka dalam bisnisnya, akan tetapi tak
ada yang bisa dilakukan lebih dari para proletar untuk mewujudkan harapannnya.
Walaupun mogok kerja smpai aksi anarkis pun telah dilakukan, tidak banyak
terjadi perubahan yang signifikan akan kondisi ini. Apalah daya para proletar
yang dianggap kaum lemah tak bisa menandingi kekuasaan para penguasa dalam
membuat keputusan. Yang bisa dilakukan bagi kaum lemah mungkin hanya mengalah
dan tetap mngikuti apa yang diperintahkan oleh atasannya, karena jika mereka
tidak patuh maka konsekuensinya akan di PHK, dan hal tersebut otomatis akan
membuat dia kehilangan kerja dan tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup
keluarganya.
Terkait
konflik sosial ini terus dibiarkan tanpa ada penyelesaian secara konkrit,
justru akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan perekonomian Indonesia
karena jika yang meningkat hanyalah penghasilan segelintir orang sementara
sebagian yang lain mengalami penurunan maka cita-cita untuk bisa mewujudkan
angka perekonomian yang tinggi dan bisa bersaing dengan negara lain akan sulit
tercapai.
Jika
saja para kapitalis bisa sedikit memperhatikan keinginan para buruh pasti tak
hanya penguasa yang bisa sejahtera melainkan bawahannya juga ikut sejahtera dan
ketimpangan sosial tersebut bisa dihindari. Selain itu juga dari pemerintah
bisa sedikit ikut memberikan penengahan maka akan sedikit terselesaikan. Memang
potret ketimpangan tersebut tidak terjadi disemua tempat yang terdapat atasan
dan bawahan, akan tetapi konflik
tersebut paling sering terjadi di kehidupan bermasyarakat khususnya di sektor
perindustrian di wilayah kota-kota besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar